Luas: 661,5 km²
Cuaca: 32°C, Wind E at 10 km/h, 61% Humidity
Kode area: 21
Hari jadi : 22 Juni 1527 (umur 492)
Ibu kota : Jakarta
Negara | Indonesia |
---|---|
Hari jadi | 22 Juni 1527 (umur 492) |
Ibu kota | Jakarta |
Pemerintahan | |
• Gubernur | Anies Baswedan |
• Wakil Gubernur | Ahmad Riza Patria |
• Sekretaris Daerah | Saefullah |
• Ketua DPRD | Prasetyo Edi Marsudi |
Luas[2] | |
• Total | 7.659,02 km2 (295,716 sq mi) |
Penduduk ((2019)[3])[4][4][5] | |
• Total | 10.557.810 |
• Kepadatan | 15.663/km2 (40,570/sq mi) |
• Agama
- Islam (83,68%)
- Kristen (12,52%)
- —Protestan (8,59%)
- —Katolik (3,93%)
- Buddha (3,60%)
- Hindu (0,19%)
- Konghucu (0,01%)[3][6]
• Suku bangsa : Sensus 2010
- Jawa (36,17%)
- Betawi (28,29%)
- Sunda (14,61%)
- Tionghoa (6,62%)
- Batak (3,42%)
- Minang (2,85%)
- Melayu (0,96%)
- Madura (0,84%)
- Bugis (0,71%)
- Minahasa (0,39%)
- Aceh (0,32%)
- Makassar (0,31%)
- Dayak (0,20%)
- Bali (0,16%)
- Suku Lain (4,15%)
• Bahasa : Indonesia (resmi), Betawi (utama), Melayu, Jawa, Pecok, Sunda, Banjar, Minangkabau, Batak, Madura, Inggris, Tionghoa, Mandarin,Aceh, Arab, Tamil, Belanda, Portugis
• IPM : 79,60 (tinggi)[4]
Nama Jakarta sudah beberapa kali berganti nama.
- Sunda Kelapa (397–1527)
- Jayakarta (1527–1619)
- Batavia (1619–1942)
- Jakarta (1942–sekarang)
- Ibukota DKI Jakarta (1998–sekarang)
Nama Jakarta sudah digunakan sejak masa pendudukan Jepang tahun 1942, untuk menyebut wilayah bekas Gemeente Batavia yang diresmikan pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1905.[15] Nama "Jakarta" merupakan kependekan dari kata Jayakarta (aksara Dewanagari: जयकृत), yaitu nama dari Bahasa Sanskerta yang diberikan oleh orang-orang Demak dan Cirebon di bawah pimpinan Fatahillah (Faletehan) setelah menyerang dan berhasil menduduki pelabuhan Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527 dari Portugis. Nama ini diterjemahkan sebagai "kota kemenangan" atau "kota kejayaan", namun sejatinya berarti "kemenangan yang diraih oleh sebuah perbuatan atau usaha" karena berasal dari dua kata Sanskerta yaitu Jaya (जय) yang berarti "kemenangan"[16] dan Karta (कृत) yang berarti "dicapai".[17]
Bentuk lain ejaan nama kota ini telah sejak lama digunakan. Sejarawan Portugis, João de Barros, dalam Décadas da Ásia (1553) menyebutkan keberadaan "Xacatara dengan nama lain Caravam (Karawang)". Sebuah dokumen (piagam) dari Banten (k. 1600) yang dibaca ahli epigrafi Van der Tuuk juga telah menyebut istilah wong Jaketra,[18] demikian pula nama Jaketra juga disebutkan dalam surat-surat Sultan Banten[19] dan Sajarah Banten (pupuh 45 dan 47)[20] sebagaimana diteliti Hoessein Djajadiningrat. Laporan Cornelis de Houtman tahun 1596 menyebut Pangeran Wijayakrama sebagai koning van Jacatra (raja Jakarta).